Kebohongan-kebohongan Mama

Kepergianmu adalah kehilangan terbesarku. Kesedihan yang susah dihapuskan, bahkan setelah dua bulan kepergianmu.

Namun, mengetahui kebohongan-kebohongan yang telah kau lakukan selama ini, sangat sangat menyakitkan hati. Hingga kini, aku selalu bertanya-tanya kenapa kau lakukan hal itu.

Kenapa seluruh hidupmu penuh dengan kebohongan, Mama?

Mama, My Best Person

Terbayang jelas dalam benakku, kebohongan pertama yang kau lakukan. “Mama nggak punya uang,” jawabmu ketika aku meminta uang jajan lebih saat masih bersekolah di SD. Aku memaksa meminta karena melihat teman-teman yang memiliki uang banyak, sementara dirimu hanya memberi uang jajan sekedarnya. Ternyata uang itu kau simpan, demi mengajak kami, anak-anakmu makan di restoran agar tahu bagaimana rasanya makan di restoran.

Kau hanya tersenyum ketika aku menuduhmu memata-matai pergaulanku dengan teman-teman, dan pria-pria yang menyukaiku. Kau bilang tidak suka melihat teman-temanku, tapi kau mengundang mereka untuk datang ke rumah, bahkan menyajikan masakan terbaikmu.

Continue reading

Todo Sobre Mi Madre

“Peluk Mama, nak, peluk. Mama kedinginan.”

“Jangan menangis, Mama nggak suka lihat orang menangis!”

——

Ma, apa kabarmu sekarang?

Sudahkah bertemu dengan Bapak di sana?

Mama pasti senang sekarang bisa kembali bersatu dengan Bapak.

Ma, rindukah kau kepada kami, seperti kerinduan kami padamu dan Bapak?

Walau kami tahu ini akan terjadi, tapi Mama terlalu cepat meninggalkan kami.

Bukankah Mama berjanji akan melawan sakit yang tujuh bulan ini menemani hari-harimu?

Mama, maafkan kami yang belum bisa membahagiakanmu seutuhnya.

Janji kami untuk mengajakmu umroh bersama seluruh keluarga. Janji kami untuk memberangkatkanmu ke tanah suci berhaji, janji kami untuk menemanimu berkunjung ke sanak saudaramu di kampung halaman tercinta, kini musnah sudah dengan kepergianmu ke haribaan Sang Kuasa.

Maafkan aku, karena tidak memelukmu dengan erat saat kau merasa kedinginan.

Betapa menyesalnya kami karena tidak sering memelukmu selagi kesempatan itu masih ada. Padahal, Mama selalu memeluk kami, anak-anakmu, tanpa kenal waktu. Pelukan yang hangat dan menguatkan kami.

Ma, penyesalan kami tak berujung karena tak mendengarkan keluhanmu di saat perutmu terserang kesakitan.  Menemani hari-harimu karena kesepian, sendiri semenjak kepergian Bapak, tepat setahun yang lalu.

Kami terlalu sibuk dengan diri sendiri, sehingga lupa menemanimu makan bersama, seperti yang sering mama lakukan dengan Bapak.

Ma, terima kasih sudah menjadi Mama yang hebat buat kami, lima anakmu, dan Ompung Boru tercinta bagi 10 cucu-cucumu.

Tanpa dirimu, Ma, kami tidak akan menjadi yang seperti sekarang. Dengan kerja kerasmu sebagai seorang guru, Mama berjuang menyekolahkan kami setinggi-tingginya. Seperti yang kau katakan kepada kami, bagi orang Batak: Anakkon hi do hamoraon di au (Anakku adalah kekayaanku, kebanggaanku).

Ma, sekarang mama sudah bisa tidur nyenyak. Mama nggak akan sedih lagi karena tak bisa tidur nyenyak selama tujuh bulan sakitmu.

Ma, temani kami selalu dalam menjalani kehidupan ini tanpa dirimu dan Bapak.

Kami akan menjalani semua pesanmu dan Bapak, untuk tetap akrab sebagai saudara, tidak saling bertengkar dan bermusuhan.

Ma, Pak, walau tak ada warisan harta melimpah yang kalian tinggalkan, namun warisan nama baik akan tetap kami junjung selamanya. Akan kami jaga nama Mama dan Bapak tetap harum, sebagaimana dikenang orang-orang.

Ma, tersenyumlah di atas sana. Walau berat, tapi kami mencoba ikhlas, kuat, sabar dan tabah karena kehilangan kalian berdua, orangtua tersayang yang telah memberikan kami cinta tanpa kenal batas. Unconditional love!